sbc*noreq
Selasa, 11 November 2014
Pendidikan Karakter
Pendidikan Karakter ; Pengertian dan peran pendidikan
karakter
Pendidikan karakter saat ini mejadi topik hangat dalam
dunia pendidikan, di tengah-tengah krisis moral yang terjadi di negeri ini
dunia pendidikan tidak saja hanya dituntut dalam hal akademik tetapi juga harus
mampu mencetak siswa-siswi yang cerdas berkarakter dan memiliki kepribadian.
Indonesia saat ini boleh dikatakan mengalami krisis dalam berbagai aspek, dari
krisis moral, krisis kepercayaan, meningkatnya kasus korupsi, pelanggaran hak
asasi, kriminal dan kekerasan bahkan beberapa hari yang lalu di salah satu
media elektronik mengulas bagaimana seorang bocah yang masih duduk di tingkat
sekolah dasar tewas karena pengeroyokan yang dilakukan teman sekolahnya.
Dari fakta di atas peran pendidikan karakter sangat
mutlak dibutuhkan mengingat karakter bukanlah sesuatu yang bersifat stagnan,
karakteristik seseorang juga bukan terjadi secara instan dan karakter seseorang
tidak di dapat dari sebuah pemberian melainkan terbentuk dari sebuah proses panjang yang dipengaruhi berbagai faktor baik
itu dari faktor dalam diri orang itu sendiri maupun faktor dari luar seperti
lingkungan keluarga dan lingkungan sosial.
Pengertian
pendidikan karakter
Pendidikan karakter adalah sebuah system yang menanamkan
nilai-nilai karakter pada peserta didik yang mengandung komponen pengetahuan,
kesadaran individu, tekad serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai baik terhadap tuhan YME, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan
maupun bangsa. Menurut Depdiknas karakter adalah bawaan, hati, jiwa,
kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen
dan watak
Berikut di
bawah ini adalah pengertian pendidikan karakter menurut ahli
1.Pengertian
pendidikan karakter menurut Lickona
Menurut Lickona pendidikan karakter adalah suatu usaha yang
disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan
dan melakukan nilai-nilai etika yang inti
2.Pengertian
pendidikan karakter menurut Suyanto
Menurut Suyanto definisi pendidikan karakter adalah sebagai
cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup
dan bekerjasama baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa maupun negara
3.Pengertian
pendidikan karakter menurut Kertajaya
Menurut Kertajaya karakter adalah ciri khas yang dimiliki
oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar
pada kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan
"mesin" yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap,
berucap, dan merespon sesuatu
4.Pendidikan
karakter menurut kamus psikologi
Menurut kamus psikologi karakter adalah kepribadian ditinjau
dari titik tolak etis atau moral dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang
relatif tetap
Proses
terbentuknya pendidikan karakter
1.Melalui
pendidikan, pengalaman, pengaruh lingkungan
2.Sikap dan
perilaku yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan
3.Kebiasaan
yang dijaga dan dipelihara maka terbentuklah karakter
http://makalahproposal.blogspot.com/2014/04/pendidikan-karakter-pengertian-dan.html
Artikel Pendidikan Psikologi
Pendidikanadalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui
tindakan-tindakan belajar. Sedangkan Psikologi pendidikan adalah studi
yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
pendidikan. Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara
psikologi pendidikan dengan tindakan belajar.
Karena itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan
menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal
belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada
persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan tindakan belajar.
Karena konsentrasinya pada persoalan belajar, yakni
persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen
utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang
dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini agar mereka, dalam menjalankan
fungsinya, dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang
besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif.
Mendorong Tindakan-tindakan Belajar
Demikian juga, subjek didik sering
dipersepsikan sebagai sosok yang bertugas mengkonsumsi informasi-informasi dan
pengetahuan yang disampaikan pendidik. Semakin banyak informasi pengetahuan
yang mereka serap atau simpan semakin baik nilai yang mereka peroleh, dan akan
semakin besar pula pengakuan yag mereka dapatkan sebagai individu terdidik.
Fungsi pendidik menjejalkan informasi pengetahuan
sebanyak-banyakya kepada subjek didik dan fungsi subjek didik menyerap dan
mengingat-ingat keseluruhan informasi itu, semakin tidak relevan lagi mengingat
bahwa pengetahuan itu sendiri adalah sesuatu yang dinamis dan tidak terbatas.
Dengan kata lain, pengetahuan-pengetahuan (yang dalam perasaan dan pikiran
manusia dapat dihimpun) hanya bersifat sementara dan berubah-ubah, tidak mutlak
(Goble, 1987 : 46). Fungsi ini, dalam batas-batas tertentu, perlu
dipertahankan, tetapi harus dikombinasikan dengan fungsi-fungsi sosial yang
lebih luas, yakni membantu subjek didik untuk memadukan informasi-informasi
yang terpecah-pecah dan tersebar ke dalam satu falsafah yang utuh. Sebagai
penengah, pendidik harus mengetahui dimana letak sumber-sumber informasi
pengetahuan tertentu dan mengatur mekanisme perolehannya apabila sewaktu-waktu
diperlukan oleh subjek didik.Dengan perolehan informasi pengetahuan tersebut,
pendidik membantu subjek didik untuk mengembangkan kemampuannya mereaksi dunia
sekitarnya. Dari deskripsi di atas terlihat bahwa indikator dari satu tindakan
belajar yang berhasil adalah : bila subjek didik telah mengembangkan
kemampuannya sendiri. Adalah tugas pendidik untuk menciptakan kondisi yang
kondusif bagi berlangsungnya tindakan belajar secara efektif.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Proses dan Hasil Belajar
Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).
Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).
1. Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.
Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.
Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan
lingkungan sosial, juga perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam
yang segar selalu lebih efektif dari pada sebaliknya. Demikian pula, belajar
padapagi hari selalu memberikan hasil yang lebih baik dari pada sore hari.
Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang
kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal.
Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah
faktor-faktor instrumental, baik yang tergolong perangkat keras (hardware)
maupun perangkat lunak (software). Perangkat keras seperti perlangkapan
belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat berperan sebagai
sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya, pendidik harus memahami dan mampu
mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi
efektifitas pencapaian tujuan-tujuan belajar.
Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses
dan hasil belajar adalah kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke
dalam faktor ini adalah kesegaran jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik
yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki
kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar.
2. Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar, jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah.
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar, jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah.
Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan
totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling
pengaruh antara berbagai gejala, seperti perhatian, pengamatan, ingatan,
pikiran dan motif.
2.1. Perhatian
Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan sebagainya.
Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan sebagainya.
Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing
perhatian yang spontan dari subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan
adalah perhatian yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari
dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan
untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan
lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian
spontan cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada
perhatian yang disengaja.
2.2. Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran.
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran.
Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para
pendidik perlu memahami keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan
menetapkan secara analitis manakah di antara unsur-unsur modalitas pengamatan
itu yang paling dominan peranannya dalam proses belajar. Kalangan psikologi
tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata
lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan
melalui penglihatan dan pendengaran.
Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan
penampilan alat-alat peraga di dalam penyajian material pembelajaran yang dapat
merangsang optimalisasi daya penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat
peraga yang dapat digunakan, umpamanya ; bagan, chart, rekaman, slide dan
sebagainya.
2.3. Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.
Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam
belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang
dipelajarinya.
Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi
oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik.
Teknik pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan
sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping itu,
pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga
lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran
berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang
menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b
(bebek) dan sebagainya.
Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau
mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun
demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah
seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi.
Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian
berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan
tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.
Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut
kalangan psikolog pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang
dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam
proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik
untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah
dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah
satu submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi
ulang hal-hal yang telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan.
Bagaimanapun, hal-hal yang telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk
memenuhi kebutuhan tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan dunia
sekitar.
Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal
ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang
telah diberikan.
2.4. Berfikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan.
2.4. Berfikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan.
Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia
yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini
dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam
proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya
melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan
penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan cendrung
melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik
yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau
konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek didiknya
mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan
menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan
kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
2.5. Motif
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih
baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik
tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya
motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui
penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok subjek didik.
Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi
yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat
agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self
competition”, yakni menghadirkan grafik prestasi individual subjek
didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya
sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai
teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk
meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.
Langganan:
Postingan (Atom)